Tirta yatra berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu terdiri dari kata tirtha dan yatra. Tirta
artinya air suci, air kehidupan, tempat suci yang mempunyai air suci, dan
orang-orang suci. Disebut sebagai tirta, karena orang-orang suci
mempunyai kekuatan suci untuk menyucikan orang, seperti halnya kekuatan yang
dimiliki oleh tempat-tempat suci dan air suci. Di Bali, tirta
berarti air suci yang sudah dimohonkan kepada Tuhan yang mana sudah menjadi wangsuhpada
dari Tuhan dan sudah mendapat berkat dari Tuhan. Kata tirta secara tata
bahasa Sanskerta disebutkan berasal dari akar kata “tr” yang berarti
“tiryate anena” (dengan mana diseberangkan), yang mana orang diseberangkan dari
lautan dosa. Di dalam bahasa sehari-hari masyarakat Bali khususnya umat
Hindu dipahami dengan tangkil atau sembahyang ke pura-pura. Orang-orang yang
melakukan Tirta yatra disebut tirtayatri yang di India disebut yatri saja.
Tirta yatra adalah
perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci. Tirta yatra
tertulis dalam Kitab Sarasamuscaya 279 yaitu keutamaan tirtayatra itu amat
suci, lebih utama dari pensucian dengan yadnya, Tirta yatra tidak memandang
orang dalam status apapun baik kaya atau miskin asal didasarkan dengan pelaksanaan
bhakti yang tulus ikhlas, tekun, sungguh-sungguh. Kualitas kesucian Tirta yatra
lebih utama daripada membuat upacara banten, walaupun upacara itu juga tingkatannya
utama.
Perjalanan suci atau
tirtayatra bukanlah perjalanan biasa untuk bersembahyang, namun di dalamnya
termuat pengendalian diri dan penerapan Tri Hita Karana. Tirta yatra mendekatkan
umat satu dengan umat lainnya, mendekatkan manusia dengan Sang Pencipta, dan dapat
mengetahui informasi mengenai sejarah serta nilai kesucian dan kebenaran yang
terkandung pada tempat suci yang dikunjungi. Dengan adanya kedekatan-kedekatan
tersebut, para umat yang melaksanakan Tirta yatra semakin menambah kekaguman
akan kemahakuasaan Tuhan serta meningkatkan rasa bhakti kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa.
Tirta yatra kali ini
yang dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2019 memilih empat pura sebagai tujuan
persembahyangan. Adapun pura pertama yang dikunjungi pada saat Tirtayatra yaitu
Pura Ulun Danu Beratan yang berlokasi di kabupaten Tabanan. Pura Ulun Danu
Beratan adalah pura dimana Dewi Danu berstana. Sebagai umat Hindu Dewi Danu
dipercaya sebagai Dewi yang meberikan kesuburan. Setelah melaksanakan
persembahyangan di Pura Ulun Danu Beratan, pura yang menjadi tujuan tirtayatra
selanjutnya yaitu pura Goa Gajah. Pura Goa Gajah merupakan salah pura yang
terletak di Kabupaten Gianyar tepatnya di desa Bedulu kecamatan Ubud. Goa Gajah
merupakan salah satu pura yang mempunyai nilai sejarah sangat tinggi di Pulau
Bali, yang mana merupakan lokasi suci umat Hindu dan Budha Bali pada masa
pemerintahan Dinasti Warmadewa.
Adapun tujuan pura selanjutnya yaitu Pura
Samuan Tiga. Pura Samuan Tiga adalah pura yang terletak tidak jauh dari Pura
Goa Gajah. Pura Samuan Tiga merupakan asal muasal terbentuknya pura Kahyangan
Tiga. Dan pura terakhir tujuan Tirtayatra adalah Pura Gunung Kawi. Pura Gunung
Kawi merupakan pura yang berada di dasar lembah sehingga untuk menuju kesana,
perlu menuruni sekitar 300 anak tangga yang diapit hamparan sawah hijau di
kanan dan kirinya. (hnk)